Monday, June 23, 2014

Perjalanan ziarah Paris-Nevers-Loudres Part IV

-->
Part I
Part II
Part III


Hari ke 4 – Tgl 10 May 2014


Waktu belum menunjukkan pukul 06 pagi tapi kami semua sudah bangun. Dari balik jendela kaca kami melihat cuaca diluar. Wah kami sedikit kecewa karena cuaca mendung dan hujan rintik-rintik. Namun kami tetap siap-siap untuk melanjutkan rencana hari ini.  



Buru-buru kami ke halte bus. Udara  sangat dingin. Angin kencang membuat dingin terasa menusuk sampai ke tulang. Jaket, syal, topi selalu kami pakai. Kulit muka terasa kering, meski sudah memakai krim pelembab muka dan bibir, Tiba-tiba saat menunggu di halte hujan deras kembali mengguyur. Cuaca di kota Paris memang sering mendadak berubah. Syukurlah bus datang tidak lama kemudian. Paling tidak di dalam bus lebih hangat.  Lumayan penuh penumpangnya karena   jam sibuk orang-orang yang berangkat kerja dan sekolah.



 
Tujuan kami turun di St Michel, menikmati keindahan Place Saint Michel, La Fontaune Saint Michel.  Sambil berjalan kaki menuju Notre Dame Cathedrale yang terkenal.



Saat kami mengambil foto-foto di depan Notre Dame, lonceng gereja berbunyi. Wah kebetulan sekali berarti kami bisa sekalian ikut Misa pagi.  Semula kami rencananya akan ikut misa jam 18.15 sore sebelum berangkat dengan kereta api malam ke Lourdes. Menurut jadwal,  misa diadakan beberapa kali dalam sehari pk 08.00, 09.00, 12.00, 18.15. Lengkapnya bisa dilihat melalui www.notredamedeparis.fr
Misa diadakan di tempat paduan suara. Dalam bahasa Prancis, namun kami tetap khusuk mengikutinya. Berada di dalam katedral yang begitu indah dan megah serta hening otomatis membuat perasaan kami ikut terhanyut dalam suasana sakral. Cukup banyak umat yang mengikuti misa pagi.












Selesai misa kami berkeliling mengagumi keindahan seni, ukiran katedral yang selalu menjadi tempat singgah turis mancanegara yang pagi itu sudah mulai berdataangan. Diluar katerdal ternyata sedang turun hujan. namun tidak menyurutkan niat kami dan turis lainnya untuk menjelajahi setiap sudut katedral.



 
Kebetulan di halaman katedral yang sangat luas itu sedang berlangsung festival roti didalam tenda raksasa. Etalase kaca penuh aneka croissant, pie, pizza, roti yang membuat ngiler selera.  Bagaimana tidak,  kami  bisa menyaksikan pembuatannya, mencium aroma harum yang  membuat lapar perut, fresh from oven.
Kamipun membeli beberapa macam roti sekalian untuk bekal siang kalau-kalau  tidak sempat atau malas mencari makan. Untungnya perut kami bukan tipe perut yang harus ketemu nasi. Asal ketemu roti croissant, burger atau pie  sudah cukup.



Dari Notredame kami menuju jalan Pl Jean Paul II, menyusuri sungai Seine lalu berbelok ke Boulevard du Palais, penasaran melihat gedung megah dengan ukiran keemasan di gerbang dan bangunannya, sementara banyak orang mengantri disekitar sana. Ternyata itu bangunan Tribunal de Grande Instance. Yang merupakan gedung peradilan.


Setelah mengambil beberapa foto, kami kembali mencari halte bus 24, di pinggir sungai Seine untuk kembali ke Hotel karena harus check out  jam 12.00.
Sayangnya hujan kembali mengguyur sewaktu kami selesai check out, terpaksa kami menunggu di ruang resepsionis hotel. Jam 2 siang hujan mulai reda meskipun belum berhenti total. Bosan menunggu akhirnya kami naik bus 24 untuk langsung ke Gare d’Austerlitz, melihat situasi stasiun tempat kereta malam yang akan membawa kami ke Lourdes.  Setelah hampir 2 jam menunggu di Gare d’Austerlitz, sekitar pk 16.30 cuaca kota Paris mulai bersinar terang.













Matahari kembali muncul. Tidak mau melewatkan kesempatan baik ini, kamipun memutuskan mencari bus no 63 jurusan Porte de la Muette untuk mengunjungi Saint Sulpice Church. Saat kami tiba rupanya baru saja bubar misa, kelihatan khusus untuk anak-anak sekolah. Kami kurang tahu persis. Tapi sepertinya acara Komuni Pertama.
Setiap memasuki gedung gereja, kami selalu mempunyai kesan berbeda karena keunikan dan keistimewaannya juga berbeda. Bangunan gereja memang banyak sekali tersebar di kota ini.  Setiap bangunan gereja yang kami kunjungi mempunyai banyak kapel kecil didalamnya yang diberi nama menurut nama Santo dan Santa.
Dari tempat ini kami sempat bingung mencari Eglise  Saint Germain Des Pres. Tapi saya yakin tempat itu  tidak jauh dari Saint Sulpice. Supaya kami bertiga tidak kesasar terlalu jauh, saya tinggal dulu kedua teman seperjalanan untuk mengecek jalan. Saya bertanya pada seorang nona yang sedang menunggu di halte.
                  “Excusez Moi Mademoiselle. Ou est la direction pour Saint Germain Des Pres?”  tidak peduli meskipun salah, yang penting si mademoiselle ngerti maksud saya. Dan ternyata dia memang langsung balik bertanya.
                  “Bus?’
                  “Non. Eglise,” jawab saya.
Lalu mademoiselle berkaca mata itu menjelaskan dalam bahasa Prancis yang membuat saya langsung nyengir : “ Je suis desole. Je ne comprends pas Francais.”
Langsung dia mulai menjelaskan dalam bahasa Inggris sambil menggerak-gerakkan tangannya menunjuk arah. Dia sempat mencegah saya sambil berseru sewaktu saya tidak menuju arah yang dia tunjuk
“My friends waiting over there,” sahut saya sambil menunjuk arah blok berlawanan
 Kemudian kami kembali melewati halte itu, si nona berkaca mata masih menunggu bus.
Saya pun menyapa : “Mademoiselle. Merci beaucoup.”
Ternyata Eglise memang tidak jauh, hanya belok satu blok sudah kelihatan.
Didalam gereja sedang berlangsung paduan suara. Bukan main indahnya. Hanya dinyanyikan oleh  8 atau 9 orang remaja saja (saya lupa berapa persisnya). Paduan suara di gereja-gereja disini pasti tidak butuh microphone, ruang dalam gereja besar dan luas, atap bangunan dan pilar-pilar  gereja tinggi dan kokoh meski sudah tua usianya.  Suara para remaja itu bergema merdu dan indah ditelinga meskipun kami tidak mengerti lagu yang mereka nyanyikan. Diakhir acara baru kami tahu kalau mereka sedang menggalang dana untuk pelestarian gereja yang memang sering dikunjungi turis juga. Beberapa anggota panitia mulai menyodorkan keranjang ke para pengunjung. Sukarela. Berapapun boleh. Jadi kamipun ikut berpartisipasi meskipun tidak banyak.
Sore itu jalan-jalan disekitar Boulevard Saint Germain terlihat ramai.  Sudah bubar kantor, penduduk dikota ini lebih suka menikmati sinar matahari sore sambil menikmati makan, minum di café dan restoran yang banyak tersebar di jalan-jalan  kota Paris. Kami tidak ikut duduk-duduk, lebih memilih  naik ke bus no. 63, ke stasiun, turun di Gare d’Austerlitz, sebelum bus meluncur ke Gare de Lyon. Banyak bus-bus diparis melewati daerah-daerah wisata. Jadi sering naik turun bus dan jalan kaki bisa melihat banyak tempat yang menarik dibanding naik metro.
Berbeda dengan suasana sepi saat kami menunggu di Gare d’Austerlitz siang tadi. Suasana stasiun sangat ramai. Karena distasiun ini memang khusus untuk semua perjalanan kereta antar kota yang berangkat malam hari.  Petugas keamanan juga banyak terlihat demi keamanan penumpang. Disetiap ruang tunggu terpampang layar untuk mengumumkan kedatangan dan keberangkatan kereta beserta nomor platform dengan jelas. Penumpang tidak perlu pusing-pusing mencari informasi.
Setengah jam sebelum keberangkatan, kami mulai antri dengan tertib. Penumpang diperbolehkan membawa binatang peliharaan. Didepan kami antri seorang wanita dengan seekor anjing yang sudah dimasukkan ke dalam tas khusus hewan peliharaan. Pemeriksaan karcis tergolong ketat. Jelas membuat kami merasa aman karena penumpang gelap pasti sulit untuk menyelinap kedalam gerbong. Semula kami sudah diwanti-wanti untuk berhati-hati kalau naik kereta malam. Takut nanti tas digondol orang gara-gara tidur pulas. Syukurlah tidak perlu cemas. Karena sudah cape dan tempat duduk kelas 2 juga nyaman maka malam itu kami tidur pulas semua di dalam kereta. Namun kami sudah menyalakan alarm di ponsel pk 05.45. Berhubung kereta  sampai dikota lourdes pk 06.05. Dari Lourdes, kereta akan terus meluncur ke kota Bayonne dan Irun. Jaga-jaga jangan sampai ke bawa kekota berikutnya.
Hari ke 5. Tgl 11 May 2014

Karena sudah terbiasa tidur dengan siklus 5 jam, baru jam 4 saya sudah terbangun. Dari kaca jendela diluar masih gelap. Dengan bantuan cahaya lampu seadanya pemandangan diluar hanya terlihat remang-remang.  Kereta mulai memasuki stasiun Tarbes. Nah berarti Lourdes berikutnya. Sesuai jadwal, kereta mulai memasuki stasiun Lourdes.  Penumpang yang turun tidak terlalu banyak saat itu. Udara terasa sangat dingin. Berbeda dengan  kota Paris. Dinginnya membuat kami menggigil. Maklum kota ini berada dilembah gunung Pyrenees. Pagi itu cuaca juga kurang bersahabat. Hujan turun lagi. Kami menunggu sambil minum coklat hangat dari mesin otomatis dengan memasukan uang koin sebanyak Eur 1.2 untuk satu cap plastik ukuran 200 ml. Cukup efektif untuk menghangatkan tubuh yang menggigil. Pukul 07.20 kami sudah siap memakai jas hujan dan payung. Tidak mau menunggu lama-lama distasiun kami nekat menerobos hujan untuk langsung ke La Grotte. Sebenarnya di depan stasiun ada halte bus yang bisa mengantar penumpang sampai ke pintu Sanctuary Lourdes, Rue Saint Joseph, namun kami malas menunggu bus dan memilih untuk jalan kaki. Sengaja kami mengambil jalan melewati Hotel Ibis, lurus  menelusuri Avenue General Baron Maransin karena kami rencananya mau ke gereja Hati Kudus Yesus yang berada di Rue Eglise. Dari dalam stasiun Lourdes menara bangunan gereja inipun terlihat jelas. Jarak dengan stasiun tidak terlalu jauh tapi berhubung hujan langkah kaki menjadi lebih perlahan dan jalannya menurun. Belok ke Rue Eglise yang ada disebelah kiri Avenue General Baron Maransin, tampak berdiri kokoh dan ramping gereja Hati Kudus Yesus. Jas hujan  yang basah kuyup kami simpan dalam kantong, lalu membuka pintu gereja.

Rasa haru langsung menyergap, bagaimana tidak? Berdiri ditengah altar patung putih besar Tuhan Yesus dengan kedua lengan terulur seolah-olah menyuruh setiap umatnya mendekat ke hatinya yang Maha Kudus. Hati Yesus pun terukir didada. Indah sekali. Dengan latar belakang organ pipa besar.


Sementara didepan altar berdiri patung Maria dari Fatima, lengkap dengan karangan bunga dan usungan seperti yang sering diarak saat perayaan penampakan Maria dari Fatima di Portugal. Sengaja kami memilih barisan depan. Meskipun gereja masih kosong, kami tidak mengecek jadwal, tapi kami yakin pasti ada misa karena ini hari minggu. Dan terlihat lilin menyala dimeja altar, juga koster yang mulai menyiapkan keperluan misa. Lalu terdengar lagu puji-pujian dari organ pipa. Sulit rasanya menggambarkan perasaan kami yang campur aduk karena rasa haru ternyata akhirnya kami bisa sampai dikota peziarahan kami ini. Pk 08.30 umat yang kebanyakan penduduk setempat mulai berdatangan, memenuhi bangku-bangku panjang. Mereka kelihatan sangat akrab dan saling mengenal satu sama lain. Mungkin karena Lourdes kota kecil dengan penduduk yang hanya beberapa puluh ribu saja. Nyanyian dari organ pipa membuat waktu tidak terasa lama meskipun harus menunggu satu jam untuk mengikuti misa minggu pagi sekaligus merayakan penampakan Maria dari Fatima yang jatuh pada tanggal 13 May. Sungguh beruntung sekali bisa ikut merayakannya. Timbul keyakinan dihati, Tuhan Yesus dan Bunda Maria senantiasa menyertai perjalanan ini. Niat dan keyakinan yang membuat kami berani melangkah sampai sejauh ini.



Selesai misa dan berkeliling didalam, kami langsung menuju Rue de la grotte, melewati hotel Du Musse tempat kami akan menginap selama 2 malam.  La Grotte  sudah semakin dekat hanya tinggal 6 menit saja.


Patung Bunda Maria bermahkota emas yang berdiri tegak menghadap Basilica Rosary sudah nampak di mata. Banyak peziarah mengabadikan diri berfoto di depan patung. Kami tidak langsung masuk ke dalam basilika, tapi menuju kran –kran air, menampung dengan kedua tangan untuk membasuh muka dan meminumnya.






Lalu mulai antri berbaris menyentuh batu gua Maria yang disebut Grotto of Massabielle, tempat dimana terletak mata air yang tidak pernah kering yang keluar dari tanah yang dikeruk oleh kedua tangan Santa Bernadette. Sumber mata air itu ditutup dengan lapisan kaca. Sorot lampu membuat peziarah bisa melihat jelas air yang terus menerus keluar dari mata air. Disampingnya terletak kotak-kotak besar tempat untuk memasukkan intensi-intensi. Ditengah gua berdiri seorang petugas dengan rosario ditangan sambil mengawasi para peziarah. Petugas sukarelawan memang banyak tersebar diareal gua. Selain untuk membantu para peziarah juga untuk menjaga keheningan tempat doa ini. Bila merasa belum puas, boleh berkali-kali mengelilingi gua, yang penting kembali antri, tidak membutuhkan waktu lama untuk antri.  Gua ini terbuka 24 jam setiap hari.
                  Kemudian kami bergabung dengan peziarah dari segala penjuru dunia mencari bangku kosong yang banyak tersedia di depan gua untuk berdoa. Berada di tempat ini membuat kami tiba-tiba jadi cengeng, sementara tangan memegang butir-butir rosario. Disinilah tempat kerinduan hati kami dan jutaan  orang lainnya.
Meskipun udara dingin membuat kaki dan tangan menggigil tak tertahan namun kami tetap bertahan menyelesaikan doa pribadi masing-masing.










Kemudian baru kami berpindah tempat ke dalam Basilica Rosary. Disebut demikian karena interior basilika menggambarkan 15 peristiwa doa rosario . Dari pintu masuk basilika bila kita melangkah kesebelah kiri maka kita bisa menyaksikan setiap kapel kecil dengan atap berbentuk kubah, terbuat dari mosaik yang menggambatkan  5 peristiwa gembira, lalu 5 peristiwa sedih berada ditengah basilika dan disebelah kanan 5 peristiwa mulia, lengkap dengan tulisan dalam bahasa latin. Seluruh peziarah mengelilingi setiap peristiwa sambil berdoa pribadi. Ada juga yang sekedar mengagumi buat yang bukan Kahtolik.

                  Diluar basilica, kami mulai menapaki tangga-tangga  mendekati kubah dengan  Mahkota dan Salib Emas besar.





Kemudian  menuju  Basilica of Our Lady of the Immaculate Conception dan Crypt Chapel. Dari atas tempat ini terhampar dibawah lapangan luas depan Basilica Rosary yang menjadi tempat para peziarah melakukan prosesi lilin sambil berdoa rosario dalam berbagai bahasa.





Kami pun mengunjungi basilica bawah tanah, Basilica St Pius. Lukisan para santo dan santa dengan  keterangan singkat dibawah bergantung mengelilingi  basilica yang sangat luas ini. Disekeliling basilica  juga dihiasi dengan tulisan doa Bapa Kami dari bahasa-bahasa di dunia. Sayangnya saya tidak tahu dimana letak doa  Bapa Kami dalam bahasa Indonesia. Atau belum ada??
Setiap lima belas menit lonceng berbunyi (menurut info dari pk 07 pagi sampai 10 malam) dan setiap jam  lonceng  melantunkan lagu Ave  Maria dari Lourdes. Bunyi lonceng sangat membantu peziarah untuk bersiap- siap kalau ingin mengikuti misa dengan jadwal dan bahasa yang di pilih. Atau saat ingin mengikuti acara Holy bath.


Karena  sudah hampir jam sebelas siang, kami meninggalkan tempat suci ini untuk check in hotel. Sekalian istirahat sebentar. Siang itu kami sempat berbelanja disalah satu toko souvenir, selesai membayar seorang penjaga wanita bilang terima kasih. Wah kaget juga. Wanita itu tahu sepatah kata bahasa Indonesia.
Urusan perut, disini gampang cari. Sepanjang jalan dipenuhi toko souvenir, café, dan konter makanan. Harga juga tidak mahal. Untuk 1 croissant kosong Eur 0.9 sementara untuk croissant isi atau roti lainnya ada yang berkisar mulai Eur 1,5Karena dari tanah air kami membawa sekantong abon dan mubasir kalau dibawa pulang ke Jakarta lagi, kamipun membeli roti tawar gandum seharga Eur 3, isi kurang lebih 14 lembar. Selama di kota ini tidak perlu membeli air minum. Cukup mengisi botol-botol minum dari kran di gua Maria.






Dari pintu gerbang Rue Saint Joseph, bila kita melewati Avenue Bernadette Sorbirous, akan ketemu bangunan tua bertulisan Accueil Marie Saint Frai 1874. Didalamnya terdapat Chapelle Notre Dame des Douleurs. Saat itu pohon mawar yang tumbuh merambat tinggi di tembok depan pintu masuk kapel sedang bermekaran. Cantik sekali. Tepat diatas bagian dalam kapel terdapat patung Pieta. Altar dibawah Pieta juga dihiasi bunga mawar. Bila dilihat dari dekat, patung ini sungguh menyentuh hati. Kesedihan terlihat jelas dari sorot mata dan wajah Bunda Maria saat memangku tubuh Tuhan Yesus yang terkulai setelah diturunkan dari kayu salib. Bila anda berziarah ke Lourdes, sempatkan diri untuk mengunjungi kapel ini. Sewaktu kembali ke tanah air saya mencari sejarah tempat ini yang ternyata merupakan salah satu bangunan tertua yang juga menjadi tempat penginapan bagi para peziarah yang sakit dan tempat para sukarelawan dilatih, kerja sosial untuk menolong peziarah yang sakit.


Sementara hotel tempat kami menginap persis bersebelahan dengan Musee de Cire dan berseberangan dengan kapel Sainte Claire yang juga  terbuka untuk umum. Jadwal misa dan doa tercantum di pintu masuk. Kami menyempatkan diri masuk meski hanya sebentar. Malam Ini kami belum ikut prosesi lilin. Kami memilih untuk istirahat karena gerimis kembali turun. Mata mulai terasa perih karena terpaan angin dingin dan lelah.

Hari ke 6 – tgl 12 May 2014


 
                  Hawa dingin kota Lourdes membuat kami jadi bangun kesiangan. Sudah hampir jam 7. Buru-buru kami sarapan bekal roti. Kemudian kembali ke Grotto untuk berkeliling lalu mengikuti misa berbahasa Inggris jam 09.00 di salah satu dari sekian banyak kapel di lokasi ini. Chapelle Cosmas and Damian. Mumpung hari ini  cerah, begitu selesai misa kami langsung menuju Chemin de Croix. 


Jalan Salib yang dimulai dari seberang jalan, samping basilika.  Patung malaikat menyambut kedatangan setiap peziarah yang hendak melakukan jalan salib.  Di stasi pertama. berdiri patung Yesus seukuran tubuh manusia, tangan terikat , dengan para algojo dibelakangnya. Patung Yesus ini persis berada di atas anak-anak tangga. Cukup tinggi dan untuk menuju keatas harus dengan berlutut. Karena faktor umur, tante kami tidak ikut, Kami berduapun mulai berlutut dianak tangga pertama sambil berdoa.
Ya ampuuun!! Baru beberapa anak tanggal saja lutut kami sudah berasa sakiiit sekali setiap kali mau menapakkan lutut di anak tangga berikutnya. Padahal kami tidak bawa beban apa-apa di pundak. Beban dosa? Pasti. Kaki gemetar kesakitan bahkan sampai harus merangkak untuk mengangkat tubuh sendiri. Saya tidak berani menghitung berapa banyak anak tangga. Hanya bisa berharap semoga peziarah di depan saya cepat sampai. Setiap naik satu anak tangga, pria di depan saya berdoa cukup lama, sementara ada rasa sungkan untuk mendahului meskipun tidak ada peringatan “Dilarang saling mendahului”.  Lega rasanya begitu sampai di tangga teratas. Begitu berdiri rasa sakit dilutut langsung hilang. Kami mulai melanjutkan ke stasi selanjutnya dengan berdoa secara pribadi sepanjang  Jalan Salib
 Diperhentian ke 15 jalan salib, diatas dahan pohon lebat yang menaungi batu bulat besar yang merupakan lambang kebangkitan Yesus, banyak sekali bergantung untaian rosario yang menurut saya pasti sengaja dilemparkan para peziarah dengan niat atau harapan-harapan khusus. Saya sendiri punya harapan semoga bisa kembali lagi kesini. Jadi rosario yang saya pakai selama jalan salib saya taruh disela – sela tebing batu di perhentian itu. Siapa tahu kelak bisa kembali kesini.  Kemudian teman sayapun mengungkapkan sewaktu berlutut di tangga-tangga stasi pertama lututnya kesakitan.
                  “Sama Yen, aku juga kesakitan,” sahut saya, rupanya faktor umur nggak pengaruh ya.
Selesai jalan salib, langsung makan siang. Lalu mulai ikut antri di tempat permandian. Hanya tante dan teman. Sementara saya menunggu di depan grotto sambil ikut doa rosario. Cuaca mulai kembali mendung, dingin menusuk. Bahkan setelah teman dan tante selesai acara di permandian, mereka juga bilang kedinginan sampai menggigil. Teman saya yang badannya memang kurus kecil dengan tampang imut itu sampai dipeluk oleh seorang ibu dari Italia yang bertubuh gemuk. Si ibu menyuruh untuk menempelkan tangannya diperut. Sambil menggosok-gosok punggungnya. Lalu disuruh mengunyah permen yang dibawanya. Saking imutnya, sukarelawati di dalam ruang permandian sampai mengelus-elus kepalanya.. Oh So Sweet. Dikira masih anak ABG Yen. Sementara yang dialami tanteku lain lagi. Ketika diminta berdoa dan mengucapkan permohonan pribadi, tanteku tiba-tiba malah menangis tersedu-sedu. Entah kenapa rasanya seperti ada  yang menyentuh hati, katanya. Padahal tanteku orang yang susah menangis. Sementara kedua relawati disampingnya dengan sabar dan kata-kata menghibur menenangkan keterharuannya. Rasa toleransi dan persaudaraan di tempat ini memang tinggi. Saling mengalah, saling membantu, saling tersenyum setiap kali berpapasan sesama peziarah.  


Kami kembali  mampir di toko-toko souvenir untuk mencari barang-barang titipan keluarga dan teman. Tinggal pilih. Mau yang mahal atau murah, sesuai kantong. Mulai dari Eur 0.20 untuk medali-medali kecil sampai yang ratusan Euro.  Sekalian beli lilin untuk ikut prosesi malam ini. Lilin cukup panjang berikut kertasnya, untuk melindungi cahaya api dari hembusan angin, seharga setengah euro.



Setengah sembilan malam kami sudah berada didepan La Grotto untuk mengikuti prosesi jam sembilan malam. Dari segala penjuru area sanctuary peziarah berdatangan. Prioritas utama diberikan untuk yang cacat, sakit, dan orang tua dengan kursi roda. Dari atas basilika juga sudah berkumpul peziarah dengan lilin ditangan. Pemandangan yang pasti mengharukan melihat ribuan cahaya lilin dari atas bangunan basilica. Doa rosario dan lagu Ave Maria dari Lourdes dinyanyikan dalam berbagai bahasa. Pintu basilika ditutup. Lukisan mosaik disepanjang pintu besar dan lebar itu jadi nampak berkilau keemasan tertimpa cahaya lampu. Acara selesai sekitar jam sepuluh lewat. Sebagian umat masih bertahan di depan gua untuk berdoa, yang lain mulai berpencar kembali ke hotel atau toko-toko yang banyak belum tutup.
Hari ke 7. Tanggal 13 May 2014
 
Kembali bangun kesiangan, sudah setengah tujuh lewat. Karena rencana ingin ikut misa jam 07.00 di Crypt Chapelle. Buru-buru gosok gigi, cuci muka langsung setengah berlari menuju keatas basilika. Untung tepat waktu juga sampainya. Kurang lebih 20 umat yang ikut misa pagi.  Sementara Pastor yang memimpin ada 3 orang.  Misa dalam bahasa Prancis.
Tanpa sengaja sewaktu saya menuruni tangga basilika bertemu dengan pastor yang memimpin misa. Dia menyangka saya dari Vietnam. Waduuh, mata saya tidak sipit, kulit juga rada gelap. Tapi memang ada darah Tionghoa. Saya mulai diajak ngobrol. Nah mulai lagi kalimat keramat keluar. Pastor yang ternyata dari India itu mulai ganti bahasa. Ternyata dia nyaris dikirim ke Jakarta oleh ordonya. Tapi karena satu dan lain hal tidak jadi. Rupanya si Pastor juga tertarik dengan situasi politik di Indonesia. Prihatin katanya dengan perilaku elit politik dan pejabat yang cuma mikirin kantong sendiri.
Pagi ini kami berkeliling menelusuri jalan-jalan dikota yang tenang, aman, tenteram tapi juga mulai dihuni pengemis-pengemis pinggir jalan. Miris juga melihat imigran-imigran ini mengais rejeki untuk mencari makan. Mereka bahkan membawa anak-anak juga untuk mengemis. Anak-anak kecil yang masih terlelap  di pelukan ibunya di depan emper-emper toko yang belum buka. Sama saja dengan pengemis di tanah air. Tidak bisa kami bayangkan bagaimana kalau musim dingin datang. Apa ada tempat penampungan untuk mereka? Dibulan May yang sudah mulai memasuki musim panas saja udara terasa dingin, apalagi musim dingin dan bersalju? Bisa beku dijalan.
                  Hari ini kami harus pindah hotel, karena besok harus naik kereta pagi jam 06.25, jadi kami pilih hotel dekat stasiun kereta. Hotel Du Viscos yang hanya berjarak sekitar 60 meter, 3 menit berjalan kaki. Sengaja kami mengambil jalan melewati Gereja Hati Kudus Yesus, gereja pertama saat kami memasuki kota Lourdes. Sekalian pamitan karena sisa waktu kami di Lourdes tidak melalui jalan ini lagi. Sambil menunggu waktu check in di hotel Du Viscos jam 11.00, kami habiskan waktu berdoa disini. Agak sedikit mengherankan buat kami karena saat itu banyak sekali umat yang memadati bangku gereja. Hampir semua pria berjas hitam, demikian juga wanitanya berpakaian hitam. Semua menunggu misa. Kami baru sadar saat misa mulai. Dari belakang, melewati lorong bangku umat sebuah peti mati dengan karangan bunga cantik diatasnya didorong menuju depan altar. Ternyata Misa Pelepasan Jenasah Madame J…. .  Saat itu kami duduk dibaris agak belakang, dekat pintu keluar. Dengan perlahan-lahan kami menyelinap meninggalkan bangku gereja setelah pastor memberikan berkat pembukaan. Diluar gereja banyak sekali rangkaian bunga dalam vas maupun keranjang sebagai ungkapan turut berduka cita.
                  Dihotel Du Viscos, kami bertemu dengan seorang Madame sudah lewat setengah baya, agak gemuk dengan wajah ramah dan murah senyum. Sebelum membooking kamar dihotel ini saya memang membaca ulasan para tamu yang sudah pernah menginap. Hampir semuanya terkesan dengan keramahan Madame ini. Dan ternyata memang benar. Kamar hotel bersih dan sedikit lebih luas. Hanya saja kamar mandi shower dengan wastafel dan toilet kecil, tapi bersih. Jadi tidak masalah buat kami bertiga.





Melalui jalan Boulevard de la Grotte kamipun turun kembali ke La grotte. Hari ini giliran saya yang mengikuti acara mandi. Yang lain kembali keluar masuk toko souvenir dan berkeliling. Karena berpencar maka kami tetapkan untuk bertemu di dalam Basilica Rosary.





Apalagi sudah ada tanda –tanda hujan bakal turun lagi. Sore ini yang mengikuti acara permandian tidak penuh seperti kemarin. Pakaian dilepas semua, ditutup dengan jubah biru. Dipinggir kolam setiap pezirah diminta berdoa sambil mengucapkan intensi pribadi. Selesai doa jubah dibuka sementara tubuh dibelit kain putih. Perlahan mulai turun kedalam kolam dengan air sebatas lutut saja Dalam posisi duduk didepan patung Bunda Maria, tubuh ditelentangkan dalam air, hanya sebatas leher, dibantu kedua sukarelawati disi kiri dan kanan. Setelah itu kembali berpakaian. Tubuh tidak perlu dikeringkan dengan handuk. Akan kering dalam sekejap.

Sore ini kami mencoba makanan Asia. Di depan hotel Grand hotel de la Grotte dekat simpangan jalan ada seorang wanita asal philipina yang sudah 6 tahun tinggal di Perancis, tetapi baru 3 tahun berdagang makanan di Lourdes. Menurut ceritanya banyak turis Indonesia suka mampir di konternya. Bahkan sering  menerima orderan untuk grup turis dari Indonesia. Meskipun ketemu nasi goreng dan lauk khas chinesse food tapi soal rasa memang beda. Rasanya makanan disini pada kurang garam. Nggak salah orang Indonesia suka bawa cabe botol.
Rencananya saya ingin melihat prosesi dari atas basilika tapi ketiduran. Ya sudahlah. Lanjut sampai pagi, toh kami memang sudah minta check out lebih awal.

lanjut ke Part V

sisca

No comments:

Post a Comment